Notification

×

Iklan

Iklan

Beri Kuliah Pascasarjana Universitas Pertahanan, Bamsoet Ingatkan Dampak Konvergensi Politik Dengan Disrupsi Digital

Rabu, 10 September 2025 | September 10, 2025 WIB | Last Updated 2025-09-10T13:27:40Z


Jakarta - Pers One 


Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15 dan dosen tetap Pascasarjana Universitas Pertahanan (Unhan), Universitas Borobudur dan Universitas Jayabaya Bambang Soesatyo menuturkan aksi unjuk rasa di Indonesia saat ini tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan dunia digital. Aksi massa tidak lagi hanya soal ribuan orang yang memenuhi jalanan, melainkan juga soal derasnya arus informasi digital yang menyebar dengan cepat, membentuk opini, dan kerap kali mempercepat eskalasi. Fenomena konvergensi politik dengan disrupsi digital ini telah mengubah dinamika demokrasi, sekaligus menambah kompleksitas dalam menjaga keamanan dan ketertiban sosial.


"Arus informasi di ruang digital kini bergerak jauh lebih cepat ketimbang fakta di lapangan. Di sinilah sering muncul persoalan. Sebuah foto, video, atau narasi bisa dengan mudah dipelintir, kemudian viral, dan akhirnya memancing emosi massa. Masyarakat harus bisa lebih kritis, jangan langsung percaya apalagi ikut menyebarkan. Setiap informasi yang beredar perlu dipastikan kebenarannya," ujar Bamsoet saat memberikan kuliah Pascasarjana (S2) Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan, secara daring, di Jakarta, Rabu (10/9/25).


Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini menilai media sosial berperan sebagai akselerator. Di mana video singkat, foto, hingga narasi emosional yang tersebar di platform media sosial mampu membakar semangat sekaligus memperkeruh situasi di lapangan. Data dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat sepanjang Januari hingga Agustus 2025, setidaknya ada lebih dari 1.800 konten hoaks yang beredar, dengan lebih dari 40 persen di antaranya terkait isu politik, keamanan, dan aksi massa. Banyak di antaranya terbukti berasal dari manipulasi gambar, video hasil deepfake, atau narasi rekayasa yang sengaja diproduksi untuk memperkeruh suasana.


Aparat penegak hukum juga mengungkap adanya akun-akun yang teridentifikasi menyebarkan ajakan provokatif secara terorganisir. Beberapa kasus bahkan sudah berujung pada penetapan tersangka. Temuan ini menguatkan bahwa ruang digital kini bukan sekadar arena ekspresi, melainkan juga menjadi sasaran operasi informasi yang sengaja diarahkan untuk mengganggu stabilitas.


"Gelombang demonstrasi sejak 25 Agustus 2025 menjadi bukti nyata perubahan itu. Protes yang awalnya berangkat dari tuntutan publik di dunia maya, dalam hitungan hari berubah menjadi aksi besar di berbagai kota. Protes tersebut melibatkan ribuan massa dan menimbulkan sejumlah momen eskalasi, termasuk bentrokan dengan aparat," kata Bamsoet. 


Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memaparkan, diperlukan pendekatan multi dimensi menghadapi realitas tersebut. Pertama, perlu ada peningkatan literasi digital skala nasional. Warga harus dibekali kemampuan memverifikasi informasi sebelum menyebarkan, dan sumber-sumber terpercaya perlu disosialisasikan secara sistematis. Kedua, penyelenggara platform harus bertanggung jawab lebih nyata dalam menahan laju konten provokatif dan mempermudah akses terhadap klarifikasi resmi tanpa mengekang ruang kebebasan berekspresi. 


Ketiga, parlemen dan lembaga negara harus mempercepat rumusan kebijakan yang menyeimbangkan kebebasan berpendapat dengan perlindungan terhadap penyebaran ujaran kebencian dan disinformasi. Keempat, pentingnya narasi yang bertanggung jawab dari politisi, tokoh masyarakat, hingga media agar tidak memperkeruh suasana dengan klaim yang belum terverifikasi dan menempatkan keamanan dan keselamatan masyarakat di atas kepentingan politik jangka pendek. 


“Teknologi itu netral, tetapi dampaknya tergantung siapa yang menggunakannya. Ia bisa memperkuat demokrasi atau justru menjadi alat perpecahan. Karena itu, tanggung jawab kolektif kita adalah memastikan media sosial menjadi ruang sehat bagi demokrasi, bukan ruang provokasi,” pungkas Bamsoet. (Bs/Red)